"Indonesia tanah airku, tanah tumpah darahku.... Indonesia raya merdeka-merdeka, hiduplah Indonesia raya…."
JUTAAN anak bangsa tak kuasa menahan haru mendengar lagu kebangsaan "Indonesia Raya" berkumandang di langit biru. Rasa bangga tak terkira, karena hanya para juaralah yang berhak menyanyikan lagu kebangsaannya di arena pertarungan antarbangsa. Dan, timnas Indonesia berhak menyanyikan lagu sakral tersebut sebagai imbalan mengangkangi medali emas SEA Games 1987. Untuk pertama kalinya pula, sepak bola Indonesia mampu mengibarkan bendera Merah Putih di kejuaraan antarbangsa.
Saat itu, langit bulan September betul-betul terasa biru bagi rakyat Indonesia. Lewat gol tunggal Ribut Waidi di menit ke-91 ke gawang Malaysia di partai final, untuk pertama kalinya Indonesia bisa merengkuh medali emas sepak bola di ajang SEA Games.
Ini merupakan trofi antarbangsa pertama yang pernah direbut timnas Indonesia. Dominasi Thailand dipatahkan. Kekuatan Malaysia dibenamkan. Sungguh prestasi yang heroik. “Pendahulu-pendahulu kami juga tak kalah hebatnya, tapi mereka tidak pernah berhasil mempersembahkan gelar juara. Wajar jika kami sangat bangga atas prestasi ini,” ujar Patar Tambunan, gelandang kanan yang ikut berandil mempersembahkan medali emas SEA Games 1987, Selasa (21/12).
Tidak hanya Patar Tambunan yang patut berbangga hati. Semua pecinta bola Indonesia pastilah ikut bangga. Melihat prestasi timnas Indonesia kala itu, semua warga yang punya KTP Indonesia bisa sedikit mendongakkan kepala. Indonesia bukan lagi tim macan kertas. Indonesia adalah yang terkuat, setidaknya di Asia Tenggara.
“Malah kami juga terhitung 4 besar di Asia,” ucap striker legendaris Indonesia, Ricky Yakobi, Selasa (21/12). Statement Ricky bukan sekadar bualan. Satu tahun sebelumnya, tim perebut medali emas SEA Games 1987 ini berhasil menapaki babak semifinal Asian Games 1986. Ini adalah prestasi tertinggi dalam lembaran sejarah sepak bola nusantara. Yang hingga saat ini, Indonesia belum bisa mengulanginya.
BERSATU LUAR DALAM
Tak dapat disangkal, timnas Indonesia 1986-87 merupakan timnas terhebat yang pernah dimiliki Indonesia—jika ukurannya trofi antarbangsa. Saat itu Indonesia punya pemain besar semacam Herry Kiswanto, Rully Nere, Robby Darwis, dan Ricky Yakobi. Talenta hebat yang kemudian berpadu dengan pelatih tak kalah hebat, mendiang Bertje Matulapelwa.
“Bertje adalah pelatih hebat. Prinsip open management yang diterapkannya mampu menciptakan iklim tim yang kondusif,” kenang asisten pelatih Bertje kala itu, Sutan Harhara, Selasa (21/12).
Prestasi Indonesia kala itu memang tak bisa dilepaskan dari sosok pelatih yang dijuluki "Sang Pendeta" tersebut. Dia bisa menyatukan pemain dari unsur yang berbeda, Galatama dan Perserikatan. Patut dicatat, saat itu beredar rumor bahwa pemain alumni Galatama tidak begitu akur dengan alumni Perserikatan.
Embrio generasi emas itu terbentuk, pada akhir 1985. Setelah proyek timnas Garuda 1 selesai, PSSI memberikan mandat kepada Bertje guna membentuk tim baru. Mandat yang berat, pasalnya mental Indonesia sedang terpuruk setelah dibantai Thailand 0-7 di SEA Games 1985.
Bertje mencoba membangkitkannya. Dengan lugas dia mengumpulkan talenta berbakat dari Galatama (seperti Ricky Yakobi dan Nasrul Koto), Perserikatan (Robby Darwis, Ribut Waidi, dll) dan sejumlah alumni Garuda 1 (semacam Patar Tambunan dan Marzuki Nyak Mad).
Proses pembentukan tim yang padu, ujar Sutan Harhara, ternyata gampang-gampang susah. Saat tim sudah lumayan padu, pada medio 1986 iklim tim hampir rusak karena masalah duit. Uang saku dari PSSI kepada pemain dinilai terlalu minim.
Bayangkan saja, hadiah dari KONI untuk medali emas hanya Rp 1 juta per pemain. Sedangkan uang saku per bulannya selama pelatnas tak kalah mepet, kurang dari Rp 750.000/bulan. Herry Kiswanto berkisah, dia bersama semua anggota tim pernah meminta kenaikan uang saku.
Sayang, tuntutan tersebut tak digubris. Patah semangat? Untungnya tidak. Panggilan membela negara, ujar Herry Kiswanto, jauh lebih penting. Berkat suntikan semangat dari Bertje, para pemain Indonesia membuang jauh-jauh nafsu mengumpulkan duit. Yang tertanam hanya satu kalimat, kibarkan Sang Merah Putih di langit internasional. Tim Merah Putih di tangan Bertje, sebulan sebelum Asian Games digelar, sempat melakukan uji coba lebih dari sebulan di Brasil. Formasi baru 4-3-3 yang memasang Ricky Yakobi sebagai striker tunggal ternyata lumayan paten. Hasilnya terbaca pada Asian Games 1986. Indonesia lolos ke semifinal. Sayang untuk kemudian kandas di tangan Korea Selatan.
Seusai Asian Games, Bertje melakukan perubahan besar. Ban kapten dipindahkan dari lengan Herry Kiswanto ke Ricky Yakobi. Padahal, umur Ricky kala itu baru 23. “Bertje ingin melakukan regenerasi. Dan, aku merasa sudah saatnya dilakukan,” ujar Herry.
Regenerasi itu berlangsung cemerlang. Indonesia benar-benar terbang tinggi di SEA Games 1987 Jakarta. Di hadapan pendukung setia, Indonesia tampil trengginas. Seusai membabat Burma 4-1 di semifinal, Indonesia menjinakkan Malaysia 1-0 di partai puncak.
Indonesia juara. Merah Putih pun berkibar di langit Asia Tenggara. (yoyok/SOCCER)
Fakta timnas Indonesia 1986-87
Pelatih: Bertje Matulapelwa
Skuad: Ponirin Meka, Jaya Hartono, Robby Darwis, Herry Kiswanto, Marzuki Nyak Mad, Sutrisno, Budi Wahyono, Patar Tambunan, Nasrul Koto, Rully Nere, Azhary Rangkuti, Ricky Yakobi, Ribut Waidi.
Prestasi: Semifinal Asian Games 1985, Juara SEA Games 1987
Raihan Timnas PSSI di level SEA Games
Indonesia baru resmi ikut ajang SEA Games pada 1977. Selama kurun itu hingga saat ini, Indonesia hanya sempat 2 kali terbang tinggi. Pertama pada SEA Games 1987. Kedua pada 1991. Setelah itu prestasi Tim Merah Putih cenderung melorot.
1977 - Semifinal
1979 - Peringkat ke-2
1981 - Peringkat ke-3
1983 - Penyisihan grup
1985 - Semifinal
1987 - Juara
1989 - Peringkat ke-3
1991 - Juara
1993 - Semifinal
1995 - Penyisihan grup
1997 - Peringkat ke-2
1999 - Peringkat ke-3
2001 - Semifinal
2003 - Penyisihan grup
2005 – Semiifinal
2007 – Penyisihan gup
2009 – Penyisihan grup
Kamis, 27 Mei 2010
Selasa, 25 Mei 2010
SOLUSI UNTUK PKO
Pada dasarnya Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) merupakan suatu lembaga yang menyiapkan sarjana kepelatihan olahraga yang berbekal kemampuan penjas dan kemampuan untuk menerapkan, mengembangkan dan memperkaya Iptek kepelatihan olahraga dengan tujuan meningkatkan prestasi olahraga nasional.
Khususnya di FIK UNY, mahasiswa PKO merasa dirugikan dengan dihilangkannya akta empat dan diganti dengan sertifikasi. Permasalahan inilah sekarang yang menyedot banyak perhatian mahasiswa Prodi PKO khususnya. Berdasarkan survey yang dilakukan, 90 % mahasiswa PKO tetap menginginkan akta empat tetap ada. Padahal, jika dicermati sangat banyak lapangan kerja yang membutuhkan lulusan dari FIK terutama PKO. Tidak saja menjadi tenaga pendidik di instansi pemerintah, namun banyak lembaga-lembaga yang terkait membutuhkan lulusan dari PKO.
Ternyata alumni Program Studi S-1 Pendidikan Kepelatihan telah mengisi berbagai bidang pekerjaan antara lain: Guru Pendidikan Kepelatihan Olahraga (kompetensi Utama), Guru Pendidikan Jasamani Olahraga dan Kesehatan (kompetensi tambahan), TNI, POLRI, Pelatih berbagai cabang olahraga, instruktur fitness, SPA theraphy, tenaga maseur, wartawan olahraga, dan berbagai instansi lain baik pemerintah maupun swasta (Kompetensi tambahan).
Namun, tetap diharapkan nantinya lulusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga dapat menjadi pelatih yang dapat meningkatkan sumber daya manusia khususnya dibidang olahraga. Apalagi, dengan adanya keputusan dari Lembaga Akreditasi Nasional Keolahragaan (LANKOR) bahwa lulusan FIK UNY khususnya PKO akan menyandang gelar Pelatih Tingkat Madya (level III) dan ditambah lagi dengan predikat ISO. Sebagaimana yang disampaikan ketua jurusan PKO, Hj.Endang Rini Sukamti M.S dalam acara sarasehan PKO 25 april 2009 yang lalu bahwa,” lulusan PKO tidak perlu cemas dengan dihilangkannya akta 4, karena lulusan PKO memiliki 4 senjata yang bisa diandalkan nantinya dalam mencari pekerjaan yakni ijazah, sertifikasi dari LANKOR (A), sertifikat jurusan kepelatihan, dan sertifikat ISO”. Jadi bisa dibayangkan betapa hebatnya lulusan dari PKO.
Apalagi dengan prestasi bangsa Indonesia yang beberapa tahun terakhir sedikit mengalami kemunduran. Misalnya saja pada olympiade Beijing yang lalu Indonesia hanya bercokol di posisi……. Dari ….negara. Inilah yang menjadi masalah serius yang harus dihadapi bagi Pembina olahraga dan lulusan PKO khususnya. Sudah saatnya lulusan dari PKO siap menjadi pelatih-pelatih olahraga nasional yang bias meningkatkan sumber daya manusia khususnya dibidang olahraga. Daripada megandalkan pelatih dari mantan atlet yang hanya berbekal pengalaman dan pendidikan beberapa bulan saja.
Maju Terus PKO…!!!
Senin, 24 Mei 2010
Perjalanan Karir SepakBola Jaka
melalui Blog ini Q ingin berbagi Pengalaman mengenai perjalanan sepakbolaQ. Tidak ada maksud buat sombog, tetapi semoga bisa menjadi pembelejaran baik buat pembaca maupun saya pribadi.
Saya mulai menekuni olahraga sepakbola sejak kelas 1 SMP. ennga' tau knapa Saya sangat tertarik dengan olahraga yang satu ini. mulai sejak itulah saya punya segudang mimpi yang harus saya wujudkan.
pertama kali latihan saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuller sepakbola dengan pelatih Bp. Darmawansya S,Pd. memang pada saat itu sungguh sulit untuk latihan. karena buat latihan saja kami tidak punya lapangan. dan terpaksa kami hanya latihan di lapangan SMP 5 dwi tunggal curup, itu pun hanya disisi pinggir lapangan. namun itu tidak mengurangi niat saya untuk terus maju.
beberapa bulan kemudian Q juga mengikuti diklat Pratama distadion air bank.awalnya melalui diklat ini ada secuil harapan muncul untuk bisa lebih baik. Q pun langsung bergabung bersama tim U-18 tahun padahal usia br 14 tahun. namun saayang DIKLAT ini tidak bisa bertahan lama. hnya dalam hitungan bulan DIKLAT ini bubar.
kira-kira 1 tahun kemudian ada sebuah event POPDA 2004. Q pun mendapat surat panggilan untuk seleksi. pada waktu itu tim POPDA ini diLatih oleh Bp. Amril. setelah seleksi selama 1 minggu akhirnya Q lolos seleksi. dan berhak mewakili Rejang Lebong mengikuti kompetisi antar pelajar tersebut. didalam komposisi tim ini Q tergolong pemain termuda, karena rata-rata usia pemain yang mengikuti 17 tahun, sedangkan saat itu usia Q br 15 tahun. kompetisi POPDA2004pun digelar di kotamnadya Bengkulu. kami pun akhirnya hanya puas di urutan ke-3. saya sangat senang karena itu merupakan event resmi yg pertama kali saya ikuti.
lalu ditahunn 2005 saya mengikuti piala suratin tingkat provinsi di kota metro, Lampung. setelah sebelumnya mengikuti pila suratin tk provinsi dan kami juara. namun sejak awal tim ini sudah banyak sex masalah. mulai dr kelengkpan persayratan. sehingga kami harus puas berada diurutan ke3 dan tidak lolos mengikuti pila suratin Tk wilayah.
ditahun yang sama Q dipanggil untuk mewakili Rejang Lebong mengikuti kompetisi piala Gubernur Bengkulu. saat itu Q kembali menjadi pemain termuda dan bergabung bersama kakak senior PERSIREL(bag yanto, genjoi, bang ijes, bang aziz polisi dLL, ada juga 4 orang pemain dr padang). disana Q mendapat pengalaman yang sungguh luar biasa.
lalu ditahun berikutnya 2006 Q mengikuti komp. Piala Suratin di Kota manna Bengkulu Selatan. ga tau gmn kami cuma mendapat juara ke-3. namun itu tidak membuat putus asa karena 1 bulan setelah itu kami mengikuti POPDA 2006 di BKL. kami pun menjadi Juara1. sehingga berhak mewakili prov bengkulu mengikuti POPWIL 2006 di Pontianak, Kalimantan Barat. Sungguh bangga rasanya bisa berlaga di pulau seberang. apalagi dr semua kontingen hanya kami yang pulang membawa medali perunggu. setelah disemifinal kalah sama tim DKI jakarta 2-0. namun, saat perebutan juara ke-3 kami berhasil mengalahkan jawa barat 1-0.sungguh prestasi yang luar biasa. karena kami berrhasil membuka sejarah baru buar persepakbolaan Bengkulu dengan berhasil meraih medali perunggu.
dan mungkin itu event terakhir saya membela kabupaten rejang lebong. karena setahun kemudian 2007 saya berangkat melanjutkan study di kota Yogyakarta
baru bebearapa hari dijogja saya harus menderita cedera lutut saat mencoba lapangan UNY(samping GOR). hampir saja harapan saya sirna. namun berbagai terapi saya jalani.berbagai rumah sakit saya kunjungi u/ kesembuhan.6 bulan pun berlalu cedera ini pun semakin membaik. lalu saya bergabung dengan salah satu tim lokal Sleman yakni POM milik dari NOVA ARIANTO(pemain timnas ina).setahun berrlatih saya akhirnya mengikuti seleksi tim u-21 PSS sleman. saya pun lolos seleksi. namun sayang 2 bulan latihan tim ini terpaksa dibubarkan karena alasan dana. namun selang 1 tahun kemudian saya mendapat panggilan kembali u/ memperkuat tim PORPROV Sleman dalam mengikuti PORDA PROVINSI 2009 di kota Yogyakarta. 8 bulan latihan saya pun mendapat banyak sekali pengalaman berharga, mulai sparing melawan diklt salatiga hingga sparing melawan PSS sleman pernah kami jalani. namun sayang saat kejuaraan selesai kami hanya puas berada di urutan ke-3. mungkin ini lah prestsi yang baru bisa kami sumbangkan untuk Sleman.
smoga hari esok jadi lebih baik...!!!
Langganan:
Postingan (Atom)